KARYA TULIS ILMIAH

 

KARAKTERISTIK BELAJAR ANAK USIA DINI

DOSEN PENGAMPU : Ach   Barocky Zaimina, M.Si.

 

 

 

logo iain jember

 

 

Di susun oleh :

 

Shinta Yuliantari

T20176003

 

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

 

 

 

Kata pengantar

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga karya tulis ilmiah  ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga karya ini bisa ditulis dengan baik dan rapi.

Saya berharap semoga tulisan ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya tulisan selanjutnya yang lebih baik lagi.

 

Banyuwangi ,29 Maret 2020

Penulis


 

KARAKTERISTIK BELAJAR ANAK USIA DINI

Oleh

Shinta Yuliantari

T20176003

Jurusan Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

 

ABSTRACT

Early childhood is a child who is in the golden age phase (aged 0-6 years) in this phase the child is experiencing very good development. Early childhood has a different character from adulthood. At this age the physical brain of the developing child reaches 90%. At an early age education focuses on aspects of physical growth and development, including, coarse and fine motor coordination, intelligence both spiritually, emotionally, creativity and power of thought, socio-emotional, as well as language and communication. Stimulation is developed to provide a strong foundation that is able to develop optimally.

Child education is first obtained in a family environment, then education continues in school. The Importance of Early Childhood Education (PAUD) encourages the government to promote PAUD programs through law number 20 of 2003 concerning the national education system article 1 paragraph 14 states that PAUD is a coaching effort that is given to children from birth to the age of 6 years. The implementation of this activity is under the supervision of the Director General of PAUDNI.

The pattern of early childhood education adopted by our society tends to curb. Though children should be given freedom to play. Because from playing, the child's potential can develop. when playing a child can bring creativity through imagination. There are several forms of imaginative killing of children, for example: over-supervision, too many gifts, extreme control, tight competence and restrictions on children's choices.

Children have different behavioral characteristics from those who are more mature. That way they also have a learning character that is different from adults. Therefore educators must understand the characteristics of early childhood learning in order to be used as a reference for planning and implementing early childhood learning.

 

 

ABSTRAK

Anak usia dini adalah anak yang berada pada fase golden age (usia 0-6 tahun) pada fase ini anak mengalami perkembangan yang sangat baik. Anak usia dini memiliki karakter yang berbeda dengan usia dewasa. Pada usia ini fisik otak anak berkembang mencapai 90%[1]. Pada masa usia dini pendidikan menitik beratkan pada aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik, meliputi, koordinasi motorik kasar dan halus , kecerdasan baik secara spiritual, emosi, daya cipta dan daya pikir, sosio emosional, serta bahasa dan komunikasi. Stimulasi yang di kembangkan untuk memberikan pondasi dsar yang kuat  agar mampu berkembang secara optimal.

Pendidikan anak pertama kali di peroleh dalam lingkungan keluarga, selanjutnya pendidikan di lanjutkan di sekolah .Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)  mendorong pemerintah menggalakkan program PAUD melaui undang-undang nomer 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang di berikan pada anak sejak lahir hinnga usia 6 tahun. Pelaksanaan kegiatan ini berada di bawah pengawasan Dirjen PAUDNI.

Pola pendidikan anak usia dini  yang di terapkan oleh masyarakat kita cenderung mengekang. Padahal seharusnya anak-anak di beri kebebasan bermain. Sebab dari bermain itulah potensi anak dapat berkembang[2] . pada saat bermain anak dapat memunculkan kreativitas melalui imajinasinya. Ada beberapa bentuk pembunuhan imajinasi pada anak, cotohnya: pengawasan berlebihan, hadiah yang terlalu banyak, kontrol yang sangat engekang, kompetensi yang ketat dan pembatasan pilihan anak.

Anak memiliki karakter perilaku yang  berbeda dengan yang usianya lebih dewasa. Dengan begitu mereka juga mempunyai karakter belajar yang berbrda dengan orang dewasa. Maka dari itu pendidik harus memahami karakteristik belajar anak usia dini guna di jadikan acuan guna merencanakan dan melaksanakan pembelajaran anak usia dini.  

 

 

 

 

 

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Data jumlah PAUD Nasional tahun 2015 ada 188.650 lembaga PAUD. Jumlah tersebut terdiri atas TK sejumlah 102.144 lembaga, KB sejumlah 65.054 lembaga, TPA sejumlah 2.472 lembaga dan SPS 18.825 lembaga. Penyelenggaran lembaga PAUD dikelola oleh pemerintah, swasta, pemerintah desa, maupun perorangan. (Kemdikbud,

2015). 

Penyelenggaraan PAUD yang banyak mengalami hambatan adalah PAUD yang terintegrasi Posyandu. Pendidik yang mengajar adalah kader-kader PKK. Dalam penelitian , disebutkan bahwa ada empat hambatan penyelenggaraan PAUD yang terintegrasi dengan Posyandu yaitu masih terbatasnya tenaga kader dan rendahnya pendidikan kader, masih terbatasnya penguasaan ilmu pendidikan para kader, masih terbatasnya dana untuk pembelian alat permainan edukatif (APE), dan masih terbatasnya evaluasi program PAUD.

Penyelenggaraan pendidikan di PAUD tersebut disebabkan oleh pendidik dari kader/PKK belum menguasai pendidikan untuk anak usia dini. Seperti apa yang disampaikan Widawati (solopos.com, 2011) bahwa penguasaan pendidik PAUD pada terhadap anak sangat rendah. Banyak pendidik yang sudah terpola dengan pembelajaran konvensional karena sering melihat pembelajaran pendidikan dasar yang berkembang lebih dahulu di masyarakat. Pendidikan di dalam kelas dengan meja dan kursi belajar menjadi salah satu model pembelajaran yang umum diterapkan di kelompok bermain. Padahal, sesungguhnya proses belajar dapat dilakukan di mana saja termasuk di luar ruangan atau alam bebas. Proses belajar seperti ini menghambat anak untuk mengeksplor kemampuannya secara maksimal.

Undang – undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28 menyatakan bahwa PAUD dilakukan sebelum  pendidikan dasar. PAUD adalah pendidikan yang di jalani oleh anak usia 3 hingga 6 tahun. Akan tetapi, undang – undang nomor 20 tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak, menyatakan bahwa anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat perlindugan dari kekerasan dan diskriminasi. Juga, pendidikan sangat penting dilakukan bagi anak sejak lahir hinnga usia 6 tahun[3]

Pada pasal 9 di sebutkan dua hal pokok anak usia dini, adalah  :

a)      Pertama, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran alam rangka pengembangan pribadinya serta tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

b)      kedua, selain  hal anak yang di sebut pada pasal 1, anak penyandang cacat juga berhak mendapat pendidikan luar biasa, sedangkan anak dengan keunggulan juga berhak mendapat pendidikan khusus. Pendidkan anak usia dini sangat penting karean pada masa ini karakteristik anak mulai terbentuk.

 

PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

            Menurut teori behavioristik yang terkenal dengan teori stimulus responnya dikatakan bahwa lingkungan sangat memengaruhi berbagai perkembangan yang terjadi pada baik secara fisik maupun mental. Lingkungan sangat berpengaruh dalam melanggengkan atau menghilangkan suatu perilaku yang dimuncul seseorang. Jika suatu perilaku direspon secara positif (diberi reward) oleh lingkungan maka perilaku tersebut akan menetap, sementara jika suatu perilaku direspon secara negatif (diberi punishman) oleh lingkungan maka perilaku tersebut secara berangsur akan ditinggalkan atau hilang.

Berbagai sudut pandang maupun kajian ilmiah, secara meyakinkan menunjukkan bahwa lingkungan keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan setiap orang. Stimulasi, dukungan maupun fasilitas yang diterima dari keluarga menjadi modal bagi setiap anak untuk dapat bergerak ke lingkungan yang lebih besar. Apalagi intensitas waktu yang dihabiskan oleh setiap orang terutama anak usia dini lebih banyak di rumah, maka tentunya lingkungan keluarga akan berkontribusi besar pada perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang akan dikuasai anak

Perkembangan berbagai aspek kemampuan dasar anak akan berkembang secara optimal jika lingkungan keluarga mendukung untuk itu. Berjalannya berbagai fungsi keluarga dengan baik dapat menjamin perkembangan kemampuan dasar anak. Adapun fungsi-fungsi keluarga yang dimaksud, meliputi; fungsi biologis, fungsi sosial, fungsi afeksi, fungsi agama, fungsi edukasi, fungsi perlindungan dan fungsi ekonomi. Anak tidak hanya membutuhkan dukungan material saja dalam perkembangannya, yang tak kalah pentingnya adalah dukungan mental. Untuk menjalankan fungsi-fungsi keluarga tersebut serta keluarga terutama ayah dan ibu harus selalu belajar. Tidak ada kata berhenti bagi setiap orang tua untuk belajar sehingga mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya bagi anggota keluarganya terutama bagi anak-anak.

Masa kanak- kanak dimulai saat anak berusia 2-6 tahun, para orang tua menyebut sebagai masa menyulitkan ; para pendidik menyebutnya usia pra sekolah ; dan oleh ahli psikologi disebut penjelajah, prakelompok atau usia bertanya[4]. Kini Pendidikan Anak Usia Dini berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat. Baik di kembangkan oleh masyarakat maupun pemerintah. Contohnya : Kelompok bermain oleh masyarakat, Bina Keluarga Balita olek BKKBN , TK oleh Depdiknas dan TPA oleh Depag.

Pada tahun 2002, anak usia 0-6 tahun sebanyak 28.311.300 jiwa, hanya 5,69% mengeyam TK , 11% telah masuk SD, 52,25% menjalankan program Bina Keluarga Balita sisanya sebnayak 30,06% belum tersentuh pelayanan pendidikan[5]. Pada tahun 2005 , angka partisipasi PAUD Indonesia berada di posisi paling rendah di dunia (20%)  berdasarkan catatan UNESCO. Namun pada saat ini sudah tampak perkembangan yang positif dalam pertumbuhan Kelompok Bermain dan Tempat Penitipan Anak. Keadaan ini tidak lepas dari dukungan Pemda, praktisi dan akademisi. Hal ini dapat di lihat dari pendidikan yang dilalui, yaitu :

·         Jalur formal pendidikan anak usia dini dalam bentuk RA (Raudatul Atfal), TK (Taman Kanak-kanak) dan sebagainya.

·         Jalur nonformal pendidikan anak usia dini dalam bentuk KB (Kelompok Bermain), TPA (Tempat Penitipan Anak) dan sebagainya.

·         Jalur informal dalam bentu pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan yang ada dalam masyarakat.

Setiap anak mempunyai potensi kecerdasan yang bisa berkembang dengan baik dengan dukungan dari keluarga. Pentingnya peran keluarga ini di buktikan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 27 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mana memasukkan pendiikan keluarga dan lingkungan di dalam jalur pendidikan informal sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional[6]. Namun sebaliknya tnapa dukungan keluarga potensi yang berada pada anak akan sulit berkembang bahkan bisa saja hilang. Para ahli juga mengatakan bahwa ada tiga lingkungan yang mempengaruhi tingkat perkembangan pada anak, yaitu lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.

Dari ketiga lingkungan tersebut peran keluargalah yag sangat penting. Keluarga adalah orang- orang yang di tenui anak pertamakali pada saat terlahir di dunia. Oleh sebab itu aspek perkembangan anak di stimulasi pertama kali oleh keluarga. Stimulasi yang di terima pertama kali sangat fundamental. Dalam artian stimulasinya sangat mendasar dan mempengaruhi masa perkembangan anak di tahap selanjutnya.

 

KARAKTER ANAK USIA DINI

Agar dapat mencapai hasil optimal maka sebelum memberikan layanan pendidikan terlebih dahulu kita (pendidik/orang tua) harus mengetahui karakteristik anak usia dini, di antaranya:

a.        Anak memiliki rasa ingintahu yang besar. Orang tua/pendidik harus memahami bahwa di masa-masa awal kehidupannya anak sangat haus akan informasi. Terkait dengan kondisi tersebut maka tentunya orang dewasa harus senantiasa menjadi mediator ataupun fasilitator yang dapat memberikan informasi yang tepat bagi anak. 

b.       Anak merupakan pribadi yang unik. Antara satu anak dengan anak lainnya memiliki perbedaan satu sama lain. Walaupun secara umum setiap anak di tiap tahunnya memiliki standar dan tugas perkembangan yang hampir sama, namun setiap anak memiliki perbedaan kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Setiap anak memiliki kekhasan lainnya seperti bakat, minat, gaya belajar, dan sebagainya. Kemampuan orang tua/pendidik dalam memahami keunikan setiap anak dapat membantu proses pembelajaran yang diberikan berlangsung secara optimal.

c.        Anak memiliki imajinasi dan fantasi yang tinggi. Jika dipahami dengan baik kemampuan fantasi yang dimiliki anak usia dini adalah suatu potensi untuk mendukung kegiatan pembelajaran anak usia dini. Namun jika kemampuan imajinasi dan fantasi yang tinggi tersebut tidak dipahami dengan baik, maka hal tersebut dapat menghambat pengembangan potensi anak. Berdasarkan pendapat berbagai pakar dikatakan imajinasi merupakan kemampuan membangunkan pengetahuan lamanya dengan hal yang baru. Sedangkan imajinasi adalah kemampuan anak untuk menciptakan obyek atau kejadian tanpa didukung data yang nyata (Aisyah, 2008).

d.       Masa usia dini merupakan rentang waktu yang paling potensial untuk belajar. Pada usia 0-6 tahun merupakan tahapan awal kehidupan anak yang paling potensial untuk belajar, anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang sangat cepat, masa ini yang kita kenal dengan the golden age. Untuk itu, guru dan orang tua perlu memberikan stimulasi yang optimal pada masa peka ini supaya tahapan awal ini dapat memberikan makna bagi kehidupan anak. 

e.        Anak usia dini memiliki sikap egosentris. Sikap egosentris yang dimiliki anak jika tidak dipahami dan disikapi oleh orang tua dan orang dewasa di sekitar dengan kesabaran, seringkali menimbulkan luapan emosi yang dapat membuat situasi pembelajaran tidak kondusif. Sebaliknya jika sikap egosentrisme anak dapat dipahami dengan ini merupakan hal yang terjadi kepada setiap anak usia dini, mereka mempunyai sudut pandangnya sendiri terhadap suatu hal dan memiliki kecendrungan untuk tidak menghiraukan sudut pandang orang lain. 

f.        Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek. Anak memiliki perhatian yang sangat mudah sekali terganggu atau dialihkan terutama anak melihat sesuatu yang membuat mereka tertarik. Konsentrasi anak usia dini maksimal hanya 10 sampai 15 menit dan sangat mudah untuk terganggu, untuk itu guru dan orang tua harus mampu membuat hal yang menarik dan menyenangkan agar mampu membantu peningkatan daya konsentrasi anak.

g.       Sebagai bagian dari makhluk sosial. Pada masa usia dini mempunyai ketertarikan dengan lingkungan sosialnya, hal ini terlihat dari anak mulai suka bergaul dengan teman sebaya, egosentris mulai berkurang karena sudah mampu untuk belajar berbagi, mampu untuk menghargai teman atau mau mengalah terhadap temannya. Anak belajar bagaimana cara untuk dapat menjadi bagian dari lingkungannya dan mampu mengontrol perilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh lingkungan sekitarnya.

Setelah mempelajari karakteristik pembelajaran AUD yang telah dijabarkan di atas, diharapkan kita sebagai pendidik dapat memperhatikan karakter anak dalam melaksanakan proses pembelajaran di lembaga PAUD. Proses stimulasi yang diberikan akan berhasil secara optimal jika pendidik memperhatikan karakteristik AUD.

Para ahli neuroscience mengemukakan bahwa,  anak sejak dilahirkan telah memiliki milayaran sel neuron yang siap dikembnagkan. Pada saat ini pertumbuhan sel jaringan otak terjadi sangat pesat, dan sampai pada usia 4 tahun  (golden age) 80% jaringan otaknya telah tersusun. Jaringan tersebut akan berkembang dengan optimal jika ada rangsangan dari luar berupa pengalaman-pengalaman yang dipelajari oleh anak. Sebaliknya jaringan sel akan mati jika kurang menerima rangsangan atau rangsangannya tidak tepat. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu memahami tentang perkembangan anak, agar dapat memberikan pengalaman yang sesuai dan dibutuhkan dalam perkembangan anak..

Perkembangan Anak Usia Dini

1. Perkembangan Moral

-         Mampu merasakan kasih sayang, melalui rangkulan dan pelukan

-         Meniru sikap, nilai dan perilaku orang tua

-         Menghargai memberi dan menerima

-         Mencoba memahami arti orang dan lingkungan  disekitarnya

 

2. Perkembangan Fisik

-           Pertumbuhan fisik yang cukup pesat

-           Mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam prilaku motorik .

-           Energik dan aktif

-           Membedakan perabaan

-           Masih memerlukan waktu tidur yang banyak

-           Tertarik pada makanan

3. Perkembangan Bahasa

-         Menyatakan maksud dalam kalimat  yang terdiri dari 4 sampai 10 kata

-         Mengetahui dan meniru suara-suara

-         Mengerti terhadap kalimat perintah

-         Mengajukan pertanyaan

-         Menyebutkan nama-nama benda dan fungsi

-         Memecahkan masalah dengan berdialog

4. Perkembangan Kognitif

-         Mengelompokkan benda-benda yang sejenis

-         Mengemlompokkan bentuk

-         Membedakan rasa

-         Membedakan bau

-         Membedakan warna

-         Menyebutkan dan mengenal bilangan (1 –10)

-         Rasa inign tahu yang tinggi

-         Imajinatif

5. Perkembangan Sosial dan Emosi

-         Mengenal aturan

-         Orientasi bermain

-         Egosentris

-         Belajar tentang kerja sama dan berbagi

-         Belajar ke kamar mandi sendiri (Toilet training)

-         Selalu ingin mencoba sendiri

-         Menunjukkan ekspresi emosi

-         Responsif terhadap dorongan dan pujian

-         Mengembangkan konsep diri

-         Belajar menerima tanggung jawab pribadi dan kemandirian

6. Perkembangan Seni

-         Mendengarkan musik

-         Mengikuti irama

-         Bernyanyi

-         Mencipatakan irama

-         Menggambar

 

KARAKTERISTIK BELAJAR ANAK USIA DINI

            Anak belajar dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa. Maka dari itu pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan dengan karakteristik belajar anak usia dini. Beberapa karakteristik pembelajaran anak, diantaranya adalah :

 

·         Belajar sambil bermain

 

Belajar berarti proses kegiatan yan terjadi pada seseorang dari tidak tahu menjadi tahu. Bermain merupakan suatu kegiatan yang menggunakan atau tanpa alat yang memberikan kesenangan maupun perkembangan imajinasi pada anak[7]. Secara umum anak sangat gemar bermain. Karena dunia anak adalah dunia bermain bukan dunia belajar. Karena hal tersebut para pendidik harus mampu mengelola pendidikan anak melalui bermain.

Belajar sambil bermain juga di terapkan di dalam islam. Rasulullah mengajarkan cucu-cucu beliau sambil bermain namun tidak lupa menyelipkan pesan-pesan. Beliau sering menggedong Hasan RA dan Husain RA di punggung beliau, kemudian bermain kuda-kudaan. Rasullullah memahami kebutuhan anak untuk bergurau dan bermain. Dan bukan merampas kesenangan mereka lalu menuntut mereka agar bersikap layaknya orang dewasa.

Bermain juga dapat memberikan manfaat pada anak jika dilakukan dalam bimbingan yang tepat. Melalui bermain anak dapat belajar bermacam hal. Misalnya : anak bisa menempatkan diri, memahami aturan, bersosialisasi, mengatur emosi dan mengenal sportivitas. Selain hal bermain juga berpengaruh pada kecerdasan spriritual, mental dan bahasa pada anak. Bermain juga dapat merangsang keterampilan motorik anak yang akan mempengaruhi kehidupan anak  yang akan mendatang. Bermain untuk anak usia dini memiliki karakter simbolik, bermakna, aktif, menyenangkan, sukarelawan, di tentukan aturan serta episodik.

a     Pertama, simbolik artinya anak cenderung menggunakan simbol  terhadap benda yang dimainkannya. Misalnya pada saat naik di punggung ayahnya anak akan menyimbolkannya engan kuda.

b     Kedua, bermain sarat akan makna bagi anak karena saat bermain anak mendapat pengalaman, dari pengalam tersebutlah anak belajar.

c       Ketiga, bermain merupakan kegiatan yang melibatkan fisik juga psikis anak. Melalui fisik anak bergerak, berlari dan altifitas lainnnya. Melalui psikis anak mengalami pengamatan, pemahaman serta berimajinasi.

d     Keempat, bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan. Hal yang penting dalam permainan adalah proses. Melalui bermain anak tidak hanya bersenang-senang namun  anak juga mengembangkan aspek pertumbuhan dan perkembangannya.

e     Kelima, sukarela. Bahkan tanpa di suruh anak sukarela melakukan kegiatan bermain. Motivasi terbesar anak adalah kesenangan yang dialami saat bermain.

f       Keenam, ada aturan yang di terapkan setiap permainan. Peraturan tersebut di buat berdasarkan kesepakatan bersama antar anak. Misalnya dalam bermain peran ada yang menerankan figur anak, ayah atau ibu.

g     Ketujuh, epidisodik. Jika kita amati ada tiga tahap. Pada episode awal anak akan merencanakan permainan apa yang akan di lakukan. Episode kedua saat anak bermain hingga mengakhiri permainan. Episode ketiga saat anak merencanakan permainan selanjutnya.

 

 

·         Anak berfikir dengan cara yang khas

Anak berfikir secara konkrit, maksutnya pola pikir anak berdasar pada makna yang sebenarnya . mereka juga vberfikir berasarkan pengalaman mereka sehari-hari[8]. Bagi anak-anak semua yang mereka ketahui dan mereka lihat tampak asli.Pengalaman yang berharga bagi anak berasal dari beberapa sumber. Pertama, pengalaman sensoris, kedua, pengalaman berbahasa, ketiga, latar belakang budaya, keempat, teman sebaya, kelima, media massa, keenam, pengalaman saintis.

Anak juga cenderung memperhatikan dan memahami segala hal dari sudut pandamgmya sendiri. Hal ini di buktikan ari sikap anak yang sering berebut sesuatu. Marah hingga menangis jika keinginannya di tolak atau tidak terpenuhi. Anak juga cenderung  memaksakan kehendaknya. Karakter seperti ini mempengaruhi aspek kognitifnya. Anak biasanya menggunakan sisi kemanusiaan misalnya anak mengatakan pada bonekanya agar tidak nakal.

 

·         Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya

Menurut pieget (Forman,1933) otak kita mengetahui bagaimana cara mengenal benda melalui sensor, telinga, hidung, mata dan mulut. Lebih jelasnya Pieget mengatakan bahwa anak berkemampuan membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang ia dapat dari hasil proses akomodasi dan asimilasi terhadap skema sebelumnya. Misalnya kita  tidak akan tahu jika rasa garam asin jika kita belum pernah mencicipinya. Anak membangun pengetahuan dengan pengalaman yang dialami secara langsung. Pada saat seperti ini, guru bertugas memberikan stimulasi dan fasilitas pada anak supaya anak terangsang untuk melakukan aktifitas pembelajaran. Anak yang telah melakukan aktifitas tertentu akan mendapat sebuah pengalaman baru yang akan di simpulkan sebagai proses pembelajaran dari tidak tahu menjadi tahu.

Vigostsky juga mengemukakan bahwa anak membangun pengetahuan melalui interaksi sosial. Dibantu juga dengan interaksi dengan orangtua sebagai orang yang mengarahkan anak mengembangkan kemapuan verbal. Dari pendapat para ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa anak membangun pengetahuannya sendiri melalui bermain, interaksi sosial serta penanaman kebiasaan.

 

 

·         Anak belajar secara alamiah

Anak  belajar secara alamiah bukan atas dasar paksaan orang dewasa. Kebiasaan dari lingkungan sekitar membuat anak belajar sehingga menimbulkan perubahan perilaku pada anak. Anak belajar dari lingkungan sekitar mereka seperti, orangtua, saudara, pengasuh yang melakukan komunikasi dengan anak. Penyediaaan fasilitas juga mendukung stimulasi belajar anak. Anak belajar dengan kemampuan, potensi serta apa yang dia miliki tanpa ada paksaan atau tuntutan yang berlebihan, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya melalui cara belajar alamiah.

 

·         Lebih baik mempertimbangkan keseluruhan aspek perkembangan

Pembelajaran anak usia dini dilakukan secara tematik. Maksutnya pembelajaran di lakukan dengan menerapkan teori multiple intelegensi. Teori tersebut di kemukakan oleh Garner. Teori tersebut menyatakan bahwa anak memilki begitu banyak potensi yang dapat di kembangkan dan pada akhirnya akan di ketahui potensi mana yang paling menonjol.

Pembelajaran anak usia dini harus di lakukan sesuai dengan karakter anak. Sehingga peoses pembelajaran dapat menghasilkan perkembangan pada anak. Kegiatan belajar juga harus dilakukan semenarik mungkin.

 

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

            Kegiatan PAUD adalah pengembangan kurikulum yang berisi pengalaman belajar melalui kegiatan bermain yang di berikan pada anak berdasarkan potensi dan tahap perkembangannya dalam rangka pencapaian kompetensi[9].  Karakter pembelajaran anak usia dini sebagai berikut :

 

·         Belajar , bermain dan bernyanyi

Prinsip belajar anak usia dini adalah belajar, bermain dan bernyanyi[10]. Pendidikan anak berbeda dengan pendidikan orang dewasa prosesnya dilakukan seemikian rupa sehingga membuat anak aktif, gembira serta bebas memilih. Anak dapat belajar dengan media alat permainan dan perlengkapan. Pembelajaran paa anak di selipkan dalam permainan sehingga anak sehingga memperoleh suasana yang menyenangkan.

Hasil belajar akan lebih maksimal jika di lakukan bersama teman. Kegiatan belajar sambil bermain dan bernyanyi adalah rutinitas yang di selenggarakan PAUD untuk memfasilitasi tumbuh kembang anak secara optimal.

 

·         Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan.

Pembelajaran anak usia dini berorientasi pada perkembangan sehingga harus memenuhi 3 aspek.

a)      Beroetasi pada usia yang tepat.

Pembelajaran harus sesuai dengan usia anak, artinya apembelajaran harus diminati anak,mencapai kemampuan yang diharapkan, serta kegiatan belajar tersebut mampu merangasang perkembangan anak.

 

b)      Beroetasi pada indiviu yang tepat.

Manusia merupakan mahkluk yang juga bersifat individu. Artinya mereka bebeda satu sma lain. Sehingga pendidik harus merancang kegiatan belajar yang tepat.

 

c)      Beorientasi pada sosial dan budaya.

Selain dua faktor di atas pendidik juga perlu mempertimbangkan aspek sosial dan budaya peserta didik. Agar produk yang di hasilkan sesuai dengan masyarakat.

 

 

 

 

·         Belajar kecakapan hidup

Pada masa PAUD anak di kembangkan secara menyeluruh. Meliputi, moral, sosial, fisik-motorik, kreativitas, emosi dan bahasa. Tujuan belajar kecakapan hidup adalah agar kelak anak menjadi pribadi yang utuh, berakhlak mulia, terampil dan cerdas. Mampu hidup berbansa dan bernegara serta siap terjun di masyarakat.

 

·         Belajar dari benda konkrit

Anak pada usia PAUD beraa dalam masa perkembangan kognitif. Anak belajar melalui benda nyata yang dilihatnya. Anak mulai mengingat ciri-ciri sebuah benda meskipun benda tersebut telah tiada.

 

 

·         Belajar terpadu

Anak PAUD belajar secara terpadu. Bukan dengan mata pelajaran tertentu. Hal ini berdasarkan kajian ilmu PAUD. Bahwa anak belajar melalui fenomena di sekitarnya. Melalui pohon anak dapat menghitung jumlah buahnya (matematika), mereka juga dapat mengenal bagian pohon (IPA), menggambar pohon (seni), dan mengetahui fungsi pohon bagi masyarakat (sosial).

 

PERAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN

1)      Sebagai penyedia situasi eksperimental. Maksudnya guru mengawasi dan mendukung tanpa membatasi kreativitas siswa.

2)      Mengarahkan pembelajaran pada potensi anak dan memupuk rasa percaya diri anak.

3)      Mendukung perkembangan anak dan menciptakan suasana exploratif.

 

MANFAAT MEMAHAMI KARAKTER BELAJAR ANAK USIA DINI

Jika kita telah melihat bagaimana karakter belajar AUD. Maka akan muncul pertanyaan, untuk apa  kita mengetahui hal tersebut? Berikut aalah manfaatnya :

1)      Pengajar tidak hanya fokus pada kognitif anak saja. Pola belajar anak tidak lagi di tekan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Namun juga mempengaruhi perubahan afektif dan psikomotorik.

2)      Pendidik tidak hanya mengajar. Guru diharapkan dapat membimbing AUD bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan. Tantangan bagi guru aalah bagaimana membuat siswa agar tertarik belajar.

3)      Pendidik dapat merancang pembelajaran dengan baik. Karena telah mengetahi karakter peserta didiknya guru akan mudah menentukan pembelajaran yang sesuai.

 

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran Anak Usia Dini adalah:

1.      Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain

       Bermain merupakan kegiatan yang paling diminati  anak. Saat bermain anak melatih otot besar dan kecil, melatih keterampilan berbahasa, menambah pengetahuan, melatih cara mengatasi masalah, mengelola emosi, bersosialisasi, mengenal matematika, sain, dan banyak hal lainnya.

       Bermain bagi anak juga sebagai pelepasan energi, rekreasi, dan emosi. Dalam keadaan yang nyaman semua syaraf otak dalam keadaan rileks sehingga memudahkan menyerap berbagai pengetahuan dan membangun pengalaman positif.

       Kegiatan pembelajaran melalui bermain mempersiapkan anak menjadi anak yang senang belajar.

2.      Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Anak sebagai pusat pembelajaran. Seluruh kegiatan pembelajaran di rencanakan dan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi anak. Dilakukan dengan memenuhi kebutuhan fisik dan psikis anak. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan sesuai dengan cara berpikir dan perkembangan kognitif anak. Pembelajaran PAUD bukan berorientasi pada keinginan lembaga/guru/orang tua.

3.      Stimulasi Terpadu

Anak memiliki aspek moral, sosial, emosional, fisik, kognitif, bahasa, dan seni. Kebutuhan anak juga mencakup kesehatan, kenyamanan, pengasuhan, gizi, pendidikan, dan perlindungan. Pendidikan Anak Usia Dini memandang anak sebagai individu utuh, karenanya program layanan PAUD dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Untuk memenuhi stimulasi yang menyeluruh dan terpadu, maka penyelenggaraan PAUD harus bekerjasama dengan layanan kesehatan, gizi, dan pendidikan orang tua. Dengan kata lain layanan PAUD Holistik Integratif menjadi keharusan yang dipenuhi dalam layanan PAUD.

 

4.      Berorientasi pada Perkembangan Anak

Setiap anak memiliki kecepatan dan irama perkembangan yang berbeda, namun demikian pada umumnya memiliki tahapan perkembangan yang sama. Pembelajaran PAUD, pendidik perlu memberikan kegiatan yang  sesuai dengan tahapan perkembangan anak, dan memberi dukungan sesuai dengan perkembangan masing-masing anak. Untuk itulah pentingnya pendidik memahami tahapan perkembangan anak.

 

5.      Lingkungan Kondusif

Lingkungan adalah guru ketiga bagi anak. Anak belajar kebersihan, kemandirian, aturan, dan banyak hal dari lingkungan bermain atau ruangan yang tertata dengan baik, bersih, nyaman, terang, aman, dan ramah untuk anak.

Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta demokratis sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan.

Penataan ruang belajar harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya.

Lingkungan belajar hendaknya tidak memisahkan anak dari nilainilai budayanya, yaitu tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar.

6.      Menggunakan Pendekatan Tematik

Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik.

Tema sebagai wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)

Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.

Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.

7.      Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar

       Piaget meyakini bahwa anak belajar banyak dari media dan alat yang digunakannya saat bermain. Karena itu media belajar bukan hanya yang sudah jadi berasal dari pabrikan, tetapi juga segala bahan yang ada di sekitar anak, misalnya daun, tanah, batubatuan, tanaman, dan sebagainya.

       Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.

MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN AUD

            Kesulitan belajar dan pembelajaran pada anak dapat dimaknai sebagai ketidsakmampuan anak dalam mencapai taraf hasil belajar yang sudah ditentukan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dalam program kegiatan belajar, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Beberapa indikator dan jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami anak adalah sebagai berikut.

1.    Memiliki tingkat IQ yang rendah

2.    Mengalami kesulitan yang signifikan dalam bidang yang berkaitan dengan sekolah (terutama membaca dan matematika). 

3.    Perhatian yang tidak fokus atau perhatain yang rendah

4.    Hiper aktif (hiperaktivitas)

5.    Kematangan kognitif. 

6.    Kurang motivasi dalam belajar

7.    Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar

9. Sangat lambat dalam belajar

 

FAKTOR TIMBULNYA MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN AUD

1.        Faktor yang Bersumber dari Diri Pribadi (Internal) Faktor yang bersumber dari diri pribadi sendiri yaitu : 

a.         Faktor Psikologis 

Intelegensi peserta didik yang mempunyai intelegensi tinggi akan lebih mudah dalam memahami pelajaran yang diberikan guru atau lebih berhasil dibandingkan dengan peserta didik yang berintelegensi rendah. Bakat apabila bahan yang dipelajari oleh siswa tidak sesuai dengan bakatnya maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar. Motivasi Prestasi belajar siswa bisa menurun apabila siswa tersebut tidak mempunyai motivasi dalam belajar.

b.         Faktor Fisiologis

Gangguan-gangguan fisik dapat berupa gangguan pada alat-alat penglihatan dan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan belajar. Seperti gangguan visual yang sering disertai dengan gejala pusing, mual, sakit kepala, malas, dan kehilangan konsentrasi pada pelajaran.

 

2.        Faktor Eksternal

 

a.         Faktor yang Bersumber dari Lingkungan Sekolah 

Apabila guru menggunakan metode yang sama untuk semua bidang studi dan pada setiap pertemuan akan membosankan siswa dalam belajar.  Hubungan guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Dalam proses pendidikan, antar guru, guru dengan siswa, dan antar siswa tidak terjalin hubungan yang baik dan harmonis untuk bekerja sama, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar. Karena antar personal sekolah akan saling menyebutkan kelemahan dari personal lain dan terjadinya persaingan yang kurang sehat. Sarana dan prasarana alat-alat belajar yang kurang atau tidak lengkap, buku-buku sumber yang diperlukan sulit didapatkan, ruang kelas, ruang kelas tidak mencukupi syarat seperti terlalu panas, pengap, dan ruang kecil yang tidak sesuai dengan jumlah siswa.

 

b.         Faktor Keluarga 

Keadaan ekonomi keluarga apabila anak hidup dalam keluarga yang miskin dan harus bekerja membantu mencari tambahan ekonomi keluarga akan menimbulkan kesulitan bagi anak, mungkin akan terlambat datang, tidak dapsat membeli peralatan sekolah yang dibutuhkan, tidak dapat memusatkan perhatian karena sudah lelah dan sebagainya. Hubungan antar sesama anggota keluarga, apabila hubungan antar keluarga tidak harmonis, seperti orang tua sering bertengkar, orang tua otoriter, peraturan yang ketat, dan sebagainya, maka anak tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar. Tuntutan orang tua dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak apabila tuntutan itu tidak sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakat anak. Dan terkadang orang tua yang kurang memperhatikan dalam proses belajar anak akan menghambat semangat anak dalam pembelajarannya, misalnya orang tua yang kurang peduli terhadap apa yang dilakukan anak di sekolah tidak adanya motivasi dari orang tua, tidak adanya sentuhan memberikan contoh pembelajaran akan membuat kesulitan anak dalam proses belajar dan pembelajaran anak.

 

c.          Faktor Lingkungan Masyarakat.

Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan kesulitan belajar adalah media cetak, komik, buku-buku pornografi, media elektronik, TV, VCD, video, play station, dan sebagainya. Apabila di dalam lingkungan masyarakat tidak mendukung anak dalam proses belajar dan pembelajaran anak maka disini anak akan menemukan kesulitan dalam belajarnya.

 

 

UPAYA PENGENTASAN MASALAH BELAJAR

 

1.        Peningkatan Motivasi Belajar

Guru yang professional, guru yang bertanggung jawab tentu akan mendukung apa yang anak kerjakan. Guru akan memberikan motivasi kepada anak dan kepercayaan yang kuat, sehingga anak tidak akan menemukan kesulitan dalam belajar dan proses pembelajarannya karena dengan motivasi-motivasi dari guru tersebut. Jika guru terus memberikan mpotivasi maka nak akan percaya diri terhadap apa yang akan dikerjakan.

 

2.        Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Baik

Setiap anak diiharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif karena prestasi belajar yang baik diperoleh melalui usaha atau kerja keras.  Guru berperan dalam mengembangkan seluruh bakat, potensi yang dimiliki anak, begitupun dengan cara mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar anak yang baik. Bagaimana seorang guru memberikan perhatian dan pembiasaan yang baik dalam upaya mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik dalam belajarnya, sehingga akan terhindar dari kesulitan dalam belajar dan pembelajarannya.

 

3.        Layanan Konseling Individual 

Dalam hubungan tatap muka antara konselor dengan klien (siswa) pada kegiatan konseling diupayakan adanya pengentasan masalahmasalah klien yang telah disampaikan pada konselor. Tidak hanya dalam perilaku, sikap yang diperbaiki, akan tetapi ketika anak memiliki masalah dalam kesulitan belajar disini pun harus dilakukannya konseling guna membantu anak untuk menyelesaikan masalah dalam kesulitannya belajar dan pembelajaran tersebut.

 

 

 

 

 


 

 

Daftar Pustaka

Ø  Fadillah, M  2012, Desain Pembelajaran PAUD , Jogjakarta : Ar Ruzz Media

Ø  Solehuddin M dan I Solehatimah 2007, Pendidikan Anak Usia Dini, Bandung : Pedagogiana Press

Ø  Undang-undang, nomor.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , media wacana

Ø  Elizabeth B. Hurlock, 1980, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi ke lima , Jakarta : Erlangga

Ø  Sutaryat Trisnamansyah, dkk, 2007 ,Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan , Bandung : UPI Press

Ø  Anggraini Sadono 2006, Sumber Belajar dan Alat Bermain (untuk pendidikan anak usia dini), cetakan kelima, Jakarta : Grasindo

Ø  R Duit, DF Treagust.1995 Students conception and constructivist teaching approach

Ø   Sujiono YN, 2009 Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta : PT Indeks

Ø  Slamet Suyanto, 2005, Konsep Dasar Pendiikan Anak Usia Dini, Jakarta : Depdiknas

 

 

 



[1] (Fadillah, 2012, p.62)

[2] Solehuddin M dan I Solehatimah, pendidikan anak usia dini, Bandung : Pedagogiana Press 2007, h 103.

[3] Undang-undang, nomor.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , media wacana, h.58

[4] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi ke lima , Jakarta : Erlangga,1980,h.108

[5] Sutaryat Trisnamansyah, dkk, Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan , Bandung : UPI Press, 2007, h.286

[6] Undang-undang, nomor.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , media wacana, h.21

 

[7] Anggraini Sadono (2006), sumber belajar dan alat bermain (untuk pendidikan anak usia dini), cetakan kelima, Jakarta : Grasindo, h,1-2.

[8] R Duit, DF Treagust. Students conception and constructivist teaching approach 1995

[9] (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138)

[10] (Slamet Suyanto, 2005: 133)

Comments