MAKALAH : Sejarah Korupsi

 

BAB I

PENDAHULUAN

I.I . Latar Belakang

 Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintahan rezim Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintahan rezim Orde Baru yang tidak demokratis dan militerisme menumbuh suburkan terjadinya korupsi di semua aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara Negara sudah terjangkit “virus korupsi” yang sangat ganas

Istilah Korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam Peraturan Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif paling lambat 2 (dua) tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001.[1] Korupsi berasal dari bahasa Latin “Corruptio” atau “Corruptus”, yang kemudian diadopsi oleh banyak bahasa di Eropa, misalnya di Inggris dan Perancis “Corruption” serta Belanda “Corruptie”, dan selanjutnya dipakai pula dalam bahasa Indonesia “Korupsi”. Secara harfiah/bahasa sehari-hari korupsi berarti : kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Dalam kaidah bahasa menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai : “perbuatan yang buruk seperti : penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.[2]

 Korupsi banyak jenisnya, seperti di bidang politik, keuangan dan material. Korupsi di bidang politik dan seolah-olah menjadi penyalahgunaan alat resmi dan dana Negara untuk kepentingan kampanye partai. Contohnya di Indonesia adanya kasus Bank Bali, kasus Eddy Tansil yang melibatkan pejabat-pejabat Negara. Disamping itu bukan rahasia lagi bahwa setiap urusan harus dengan memberi suap, mulai dari mengurus Kartu Tanda Penduduk, izin dan lain-lainnya. Tanpa memberi suap/sogok, maka urusan menjadi lamban atau buntu sama sekali[3]

 

I.II . Rumusan Masalah

1. Bagaimana awal mula kasus korupsi di Indonesia Pasca kemerdekaan?

2 . Bagaimana upaya pemberantasan korupsi di Indonesia?

 

I.III . Tujuan

1. Mengetahui awal mula kasus korupsi di Indonesia Pasca kemerdekaan

2. Mengetahui Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

 

 

BAB II

ISI

II.1 . Sejarah Singkat Awal Mula Kasus Korupsi Di Indonesia Pasca Kemerdekaan

Korupsi Era Orde Lama

Di Era Orde Lama, antara 1951–1956, isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti “Indonesia Raya” yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel.

Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer.Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu.

Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar yang mengangkat isu korupsi di koran lokal mereka, justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.

Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia.Upaya Jenderal AH Nasution untuk mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi dibawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur mulasi saat ini. Kolonel Soeharto, yang menjabat sebagai Panglima Diponegoro saat itu, diduga terlibat dalam kasus korupsi gula. Akhirnya ia diperiksa oleh:

1.       Mayjen Suprapto

2.       S Parman

3.       MT Haryono, dan

4.       Sutoyo

Mereka semua dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro yang diduduki oleh Kolonel Soeharto, akhirnya diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya.Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad (sumber: wikipedia). Dari sinilah sebagian masyarakat sudah tahu sejak dulu, bahwa plot Gerakan 30 September 1965 yang sebenenarnya dibuat untuk membunuh para dewan Jenderal pada masa lalu itu sebagai dendam, memiliki dampak yang akhirnya meluas dan menguntungkan bagi satu pihak. Bahkan plot ini memiliki beberapa keuntungan lainnya. Sambil menyelam minum air, sekali kayuh, dua tiga pulau terlampaui. Hasilnya adalah sejarah kelam Indonesia, dengan bantuan Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya, yang pada masa itu memiliki musuh ideologi: Komunisme, yang mana pada masa sebelumnya musuhnya adalah Nazi, dan pada masa kini musuhnya adalah ISIS yang ternyata buatan mereka juga dan termsuk dalam Operation False Flag untuk memerangi musuh terakhir mereka: Islam.

Namun dalam hal ini, khususnya Indonesia pada masa itu, CIA memiliki operasi khusus yang dinamakan The Black Operation untuk menumbangkan Orde Lama. Operasi menggulingkan Orde Lama oleh CIA dengan cara propaganda media pada masa itu tak mempan. Maka CIA menggunakan cara lain, yaitu pecah belah rakyat indonesia dengan cara menghasut. Hal ini pun berhasil. Pada masa itu hasutan sangat dipercayai, apalagi juga yang menghasut orang yang terpandang dan disegani. Hal ini berhasil karena pada masa itu belum ada media seperti sekarang yang mana bisa dicari sumber kebenaran berita itu secara langsung ke sumbernya dan secara real time.

Kala itu kambing hitam dibuat, terjadilah pembunuhan ratusan ribu nyawa setelah Orde Lama tumbang, bahkan ada yang meyakini jutaan rakyat Indonesia dicabut nyawanya oleh penguasa Orde Baru tak lama setelah Orde Lama berhasil ditumbangkan. Jadi sejatinya, semua itu berawal dari korupsi, dan pihak yang membasminya, dianggap sebagai musuh, dan harus ditumbangkan untuk merebut kekuasaan, karena ideologi AS adalah faham Kapitalisme, dan musuh Kapitalisme adalah Nazi dan Sosialis Komunisme yang mana ideologi tersebut tidak memperbolehkan orang atau sekelompok orang menjadi sangat kaya raya. Ideologi pembagian harta secara lebih adil merata kepada warga lain yang tak punya ini pastinya tidak disukai oleh para kapitalis elit dunia, seperti keluarga dinasti Rothschild, Rockefeller, JP Morgan, Oppenheimer dan beberapa dinasti ultra kaya dunia, yang selama ini membuat revolusi, peperangan dan pecah belah sepanjang sejarah dunia.

Keberhasilan membuat pecah belahnya masyarakat Indonesia dengan membuat taktik tersebut, akhirnya digunakan CIA di banyak negara hingga kini yang mana semuanya meraih sukses, termasuk di Timur Tengah yang menyebabkan “Arab Springs” yang juga berhasil. Taktik adu domba ini juga akan terus digunakan oleh CIA pada masa yang akan datang.

Korupsi Era Orde Baru

Di Era Orde Baru atau New Order, undang-undang anti korupsi memiliki Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971.  Presiden Soeharto pernah membuat kebijakan anti-korupsi  tentang Penyelenggara Negara yang bersih. Tapi karena kuatnya dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), serta tak adanya restu politik, progam ini kurang efektif membasmi koruptor. Apalagi mereka yang berada di posisi strategis. Korupsi dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis. Hal inilah yang membuat pemberantasan korupsi justru menjadi tumpul. Pada masa Orde Lama, semua pajak yang disematkan dalam setiap perdagangan, baik ekspor maupun impor disesuaikan dengan nilai barang yang dikirim. Besaran nilai ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.

Namun usai tragedi gerakan 30 September, dan Orde Baru berkuasa, kebijakan berubah. Kebijakan ekspor tak lagi dipegang daerah, melainkan pemerintah pusat. Kondisi ini menyebabkan perpindahan besar-besaran kantor pusat yang bermula berada di daerah ke Jakarta. Dalam kebijakan awal, perizinan ekspor impor barang harus dilakukan di Jakarta. Kondisi ini membuat sejumlah perusahaan membangun kantor cabang di ibu kota. Namun, pemerintah Orde Baru memutuskan mengubah sistem perpajakan di mana perhitungan pajak ditentukan sepenuhnya oleh pusat. Itulah yang menjadi awal mula korupsi, kebijakan yang sebelumnya didasarkan kepada daerah masing-masing diubah dengan sistem sentralistik. Kondisi itu menyebabkan terjadinya kongkalikong antara pengusaha dan birokrat agar cepat merealisasikan permintaan mereka. Sejak saat ini korupsi justru semakin mewabah dan mengakar kuat di segala sendi-sendi penting pemerintahan dan swasta layaknya kanker.

Selain itu pada awal era ini muncul kebijakan pemerintah untuk para pemodal asing masuk ke Indonesia dalam berbagai bidang karya, termasuk untuk penambangan. Pada masa ini seluruh kekayaan alam Indonesia mulai dikuras habis-habisan. Mulai dari minyak bumi, nikel, tembaga, emas, mangan, batu bara dan seluruhnya, dikuasai pemodal asing. Begitu pula perusahaan-perusahaan asing lainnya yang mulai masuk menguasai berbagai bidang stragegis lain. Beberapa diantaranya membuat perusahaan bernama Indonesia agar terlihat seperti perusahaan nasioal agar tak kentara. Hal ini terjadi selama berpuluh-puluh tahun lamanya dan menjadikannya bak “cuci otak” bagi rakyat Indonesia. Dimana ketika terjadi korupsi di depan mata, orang sudah menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa karena sudah terbiasa. Keadaan ini sangat tidak baik, karena selain di cuci otak ke dalam alam bawah sadar, juga akan membuat suatu “generasi yang hilang” di masa depan.

Masyarakat akan susah untuk merubah watak, sikap dan sifat, serta mental dan cara berpikirnya. Semua akan memiliki jiwa korupsi dalam berbagai cara. Inilah yang tak diketahui oleh pejabat di era Orde Baru. Pada masa ini struktur pemerintahan sangat kuat namun tak terbuka kepada rakyat. Dimana dari kepala negara, dewan legislatif, dewan yudikatif, menteri dan gubernur hingga walikota dan bupati semua dipilih langsung dari atas, bukan dari bawah. Pada masa Orde Baru ini, kasus korupsi begitu merebak dari warga ultra kaya hingga komunitas yang bisa dibilang semi primitive.

Budaya “uang rokok” sogok-menyogok dan sejenisnya, semua cuci otak dan terjadi pembiaran, dimana gaji dan kemewahan seseorang tidak sebanding walau pakai rumus matematika sekalipun yang banyak menimbulkan tanda tanya. Contoh kecil misalnya, pegawai negeri bisa punya rumah mewah, polisi bisa punya mobil mahal, tentara bisa punya beberapa rumah. Memang tidak mengapa untuk memiliki semua itu, namun tidak mungkin didapat dengan gaji pada masa lalu. Hitungan matematika tidak berlaku. Pegawai yang sebelumnya hanya berniat memiliki rumah kontrakan, kini bisa membeli satu bahkan lebih. Rising demand ini juga menyebabkan praktik kolusi antara pengusaha, birokrat dan politikus akibat proyek-proyek yang seluruhnya ditangani kekuasaan. Tak hanya itu, korupsi yang menjangkiti pejabat maupun PNS di negeri ini terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup akibat overcentralistic atau sentralistik yang berlebihan. Dimana akhirnya setiap orang terdorong menjadi konsumerisme dengan berdirinya berbagai pusat perbelanjaan, serta tingginya keinginan untuk memiliki sesuatu.

Budaya feodal juga diyakini masih mengikat sebagian besar masyarakat. Ketika pejabatnya korupsi, tindakan serupa juga diikuti bawahannya. Alhasil, pengawasan tidak bisa dilakukan karena atasannya keburu merasa berdosa. Korupsi yang dilakukan pusat juga diikuti daerah. Disinilah mulai ada istilah “korupsi berjama’ah”, dan tak ada satupun yang berani melawan mereka karena strukturnya kuat dan tertutup. Bicara pejabat yang korupsi pada masa ini adalah suatu ketabuan bahkan dapat mengancam nyawa. Bahkan di ruang tertutup, seakan tembok pun bisa tahu dan seakan dapat menjadi mata-mata untuk mengadu. Rakyat tahu semuanya, namun tetap tutup mulut tak berani bersuara, apalagi bertindak.

Korupsi Era Reformasi

Di Era Reformasi, undang-undang anti korupsi memiliki Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999 , UU 20 tahun 2001 .Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi, yaitu:

1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi), adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum

2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

3. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)adalah Lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa Audit, Konsultasi, Asistensi, Evaluasi, Pemberantasan KKN serta Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4. Kepolisian

5. Kejaksaan

Namun apa yang terjadi tidaklah signifikan. Walau sudah pada peyot menjadi nenek dan kakek, para koruptor pada masa Orde Baru masih banyak menduduki sebagai pejabat di legislatif pusat hingga ke daerah-daerah di era Reformasi ini. Salah satu penyebabnya adalah: sudah banyaknya modal mereka untuk tetap dapat berkuasa sebagai anggota MPR, DPR, DPRD dan pejabat lainnya seantero Indonesia. Semua ini karena “cuci otak” pada era Orde Baru yang sedemikian lamanya, terjadi terus dan terus dan terus selama puluhan tahun. Selain itu, pada masa Reformasi tidak lagi diberlakukan pemilihan pejabat dari atas seperti masa Orde Baru, namun dipilih melalui pemilihan dari rakyat daerahnya berupa pilkada. Disinilah uang bisa dimainkan. Siapa yang kuat modal, dialah yang menang, dan itu terbukti. Setelah menjabat, mereka mencari modal awal tadi untuk balik kembali. Dan setelah itu korupsi berlanjut terus dan terus. Maka para koruptor juga yang akhirnya naik sebagai pejabat daerah, dan juga legislatif daerah di DPRD.

II.II . Upaya Pemberantasan Korupsi yang Dilakukan Pemerintah di Indonesia

Berikut beberapa macam cara upaya pemerintah dalam melanjutkan tingkat jumlah pemberantasan korupsi di Indonesia:

1. Upaya Pencegahan

Adapun tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melakukan upaya pemberantasan korupsi di wilayah negara Indonesia diantaranya:

A . Penanaman Semangat Nasional

Penanaman semangat nasional yang positif dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk penyuluhan atau diksusi umum terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian yang berdasarkan Pancasila merupakan kepribadian yang menjunjung tinggi semangat nasional dalam penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya penanaman semangat nasional Pancasila dalam diri masyarakat, kesadaran masyarakat akan dampak korupsi bagi negara dan masyarakat akan bertambah. Hal ini akan mendorong masyarakat Indonesia untuk menghindari berbagai macam bentuk perbuatan korupsi dalam kehidupan sehari-hari demi kelangsungan hidup bangsa dan negaranya.

B . Melakukan Penerimaan Pegawai Secara Jujur dan Rerbuka

Upaya pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan melalui penerimaan aparatur negara secara jujur dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan dalam penerimaan pegawai yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan usaha pemerintah yang serius untuk memberantas tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap dalam penerimaan pegawai. Pemerintah yang sudah berupaya melakukan tindakan pencegahan dalam penerimaan pegawai perlu disambut baik oleh masyarakat terutama dalam mendukung upaya pemerintah tersebut.

C . Himbauan Kepada Masyarakat

Himbauan kepada masyarakat juga dilakukan oleh pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi di kalangan masyarakat. Himbauan biasanya dilakukan oleh pemerintah melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan di lingkup masyarakat kecil dan menekankan bahaya laten adanya korupsi di negara Indonesia. Selain itu, himbauan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat menekankan pada apa saja yang dapat memicu terjadinya korupsi di kalangan masyarakat hingga pada elite pemerintahan.

D . Pengusahaan Kesejahteraan Masyarakat

Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi juga dilakukan melalui upaya pencegahan berupa pengusahaan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan pemerintah. Pemerintah berupa mensejahterakan masyarakat melalui pemberian fasilitas umum dan penetapan kebijakan yang mengatur tentang kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat yang diupayakan oleh pemerintah tidak hanya kesejahteraan secara fisik saja melain juga secara lahir batin. Harapannya, melalui pengupayaan kesejahteraan masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dapat memberikan penguatan kepada masyarakat untuk meminimalisir terjadinya perbuatan korupsi di lingkungan masyarakat sehingga dapat mewujudkan masyakarat yang madani yang bersih dari tindakan korupsi dalam kehidupan sehari-hari

E . Pencatatan Ulang Aset

Pencatan ulang aset dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memantau sirkulasi aset yang dimiliki oleh masyarakat. Pada tahun 2017 ini, pemerintah menetapkan suatu kebijakan kepada masyarakatnya untuk melaporkan aset yang dimilikinya sebagai bentuk upaya pencegahan tindakan korupsi yang dapat terjadi di masyarakat. Pencatatan aset yang dimiliki oleh masyarakat tidak hanya berupa aset tunai yang disimpan di bank, tetapi juga terhadap aset kepemilikan lain berupa barang atau tanah. Selain itu, pemerintah juga melakukan penelurusan asal aset yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengetahui apakah aset yang dimiliki oleh masyarakat tersebut mengindikasikan tindak pidana korupsi atau tidak.

2. Upaya Penindakan

Upaya penindakan dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan upaya penindakan korupsi, pemerintah dibantu oleh sebuah lembaga independen pemberantasan korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Penindakan yang dilakukan oleh KPK semenjak KPK berdiri pada tahun 2002 telah membuahkan hasil yang dapat disebut sebagai hasil yang memaksimalkan. Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK terhadap tindak pidana korupsi merupakan upaya yang tidak main-main dan tidak pandang bulu. Siapapun yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi akan ditindak oleh lembaga independen ini tanpa terkecuali. Dalam melaksanakan tugasnya, KPK membutuhkan peranan lembaga peradilan dalam menegakkan keadilan di Indonesia terutama yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Tentunya pelaksanaan proses peradilan dilakukan sesuai dengan mekanisme sistem peradilan di Indonesia dan berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku. Penindakan yang dilakukan pemerintah melalui KPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dimaksudkan agar memberikan efek jera kepada para pelakunya dan secara tidak langsung memberikan shock therapy pada orang-orang yang berniat untuk melakukan tindak pidana korupsi baik itu di dalam pemerintahan maupun di dalam kehidupan sehari-hari.

3. Upaya Edukasi

Upaya edukasi yang dilakukan pemerintah dalam usahanya untuk memberantas korupsi adalah upaya yang dilakukan melalui proses pendidikan. Proses pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal, informal, dan non formal. Melalui proses edukasi, masyarakat diberikan pendidikan anti korupsi sejak dini agar masyarakat sadar betul akan bahaya korupsi bagi negara-negara khususnya negara Indonesia. Selain itu, melalui edukasi yang diberikan oleh pemerintah, peranan mahasiswa dalam pemberantasan korupsi juga dapat dimaksimalkan sehingga para mahasiswa ini dapat memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya maupun bagi masyarakat umum terhadap cara pemberantasan korupsi dari dalam diri masing-masing. Upaya edukasi yang dilakukan oleh pemerintah juga termasuk sebagai upaya membangun karakter bangsa di era globalisasi untuk memberantas pertumbuhan budaya korupsi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

 

BAB III

PENUTUP

III.I KESIMPULAN

Pendidikan anti korupsi adalah hal yang sangat penting dan di butuhkan di Indonesia saat ini, karena dengan pendidikan anti korupsi dapat membantu mengurangi kasus korupsi di Indonesia dengan cara pencegahan. Dengan adanya pendidikan anti korupsi ini juga mencegah munculnya kebudayaan korupsi di Indonesia. Yang mana telah kita sadari bahwa korupsi sudah menjadi tradisi di Indonesia. Jika pendidikan anti korupsi ini dilaksanakan dengan baik dan benar maka korupsi tidak akan menjadi mentalitas kebudayaan rakyat Indonesia.

 

III.II  Saran

1.    Menerapkan Pendidikan Anti Korupsi sejak usia dini.

2.      Mengendalikan diri untuk menjauhi sifat sifat korupsi seperti mencotek ketika ujian, terlambat datang ujian,dll

3.      Seharusnya pemerintah memberikan hukuman yang tegas kepada para koruptor agar mereka merasa jera dan tidak mengulangi perbuatan tersebut.

4.      setiap individu harus menyadari bahwa korupsi adalah hal yang tercela dan merugikan banyak pihak maupun diri sendiri.

5.      Seluruh elemen masyarakat saling bekerja sama untuk memerantas korupsi.


 

Dafar pustaka

Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002

Andrisman, Tri. 2010. Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Universitas Lampung, Bandar Lampung.



[1] Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.1.

[2] Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung : Universitas Lampung, 2010, hlm.37.

[3] Darwan Prinst, Op.Cit. hlm.7

Comments